PT RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Harga emas dunia bergerak naik pada perdagangan pagi ini. Ke depan, bagaimana prospek harga sang logam mulia?
Harga emas dunia di pasar spot tercatat US$ 2.406,77/troy ons. Naik 0,48% dibandingkan akhir pekan lalu.
Lalu bagaimana proyeksi harga emas untuk hari ini? Berapa target harga yang mesti dicermati pelaku pasar?
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas masih bertengger di zona bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 54,89. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Sementara indikator Stochastic RSI berada di 5,78. Jauh di bawah 20 yang berarti jenuh jual
Oleh karena itu, peluang harga emas untuk naik masih terbuka. Cermati pivot point di US$ 2.409/troy ons. Jika tertembus, maka target resisten US$ 2.412-2.426/troy ons akan terkonfirmasi.
Sedangkan target support terdekat adalah US$ 2.399/troy ons. Penembusan di titik ini bisa membawa harga emas turun lagi menuju US$ 2.382/troy ons.
Bertabur Sentimen Positif
Berbagai sentimen yang ada mendukung kenaikan harga emas. Pertama,
Joseph ‘Joe’ Biden memutuskan untuk mundur dari kontestasi pemilihan
presiden Amerika Serikat (AS). Biden mendorong Wakil Presiden Kamala
Harris untuk maju sebagai calon presiden dari Partai Demokrat untuk
bertarung melawan Donald Trump dalam pilpres November mendatang.
Ketidakpastian meningkat saat ini. Kita tidak punya sejarah di mana
ada kandidat yang maju tanpa prosedur yang semestinya. Jadi sekali lagi
kita berada di situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Matt
Maley, Chief Market Strategist di Miiler Tabak + Co, seperti dikutip
dari Bloomberg News.
Perkembangan ini membuat investor memilih menempatkan dana di aset yang dipandang aman (safe haven). Salah satunya adalah emas. Peningkatan permintaan akan membuat harga emas kian berkilau.
Kedua, masih terkait pilpres AS, ketidakpastian calon dari Partai
Demokrat membuat jalan Trump kembali ke Gedung Putih sepertinya makin
mulus. Ini menjadi beban bagi langkah dolar AS.
Dalam wawancara dengan Bloomberg Businessweek bulan lalu,
Trump menegaskan bahwa dolar AS yang kuat akan mengurangi daya saing
Negeri Adikuasa di pasar global. Pernyataan senada kemudian juga
dilontarkan oleh JD Vance, calon wakil presiden yang akan mendampingi
Trump.
Reaksi yang langsung terjadi (dari pengunduran diri Biden di pilpres
AS) adalah sentimen negatif bagi dolar AS. Namun rasanya terlalu cepat
untuk menyimpulkan itu. Situasi akan tergantung dari kesan pertama
terhadap Harris, siapa calon presiden pilihannya, dan bagaimana dinamika
polling,” terang Olga Yangol, Head of Emerging Markets Research and
Strategy di Credit Agricole, seperti dikutip dari Bloomberg News.
Dolar AS dan emas memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Saat
mata uang Negeri Adidaya melemah, biasanya harga emas malah naik.
Ini karena emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Saat
dolar AS terdepresiasi, maka emas jadi lebih murah bagi investor yang
memegang mata uang lain. Permintaan emas akan naik dan harga pun
mengikuti.
Ketiga adalah arah suku bunga acuan AS. Mengutip CME FedWatch,
peluang pemangkasan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps)
menjadi 5-5,25% pada September mencapai 92,6%. Gubernur Jerome ‘Jay’
Powell dan kolega pun kemungkinan masih akan menurunkan suku bunga acuan
25 bps lagi pada November, probabilitasnya adalah 63%.
Tidak selesai sampai di situ, suku bunga acuan Negeri Adidaya masih
bisa turun lagi 25 bps pada Desember dengan kemungkinan 50,3%. Artinya,
bukan tidak mungkin suku bunga turun 3 kali atau 75 bps ke 4,5-4,75%
sampai akhir tahun.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas akan lebih menguntungkan saat suku bunga turun -PT RIFAN FINANCINDO
Sumber : bloomberg