PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA BANDUNG - Dalam tiga hari perdagangan terakhir, harga emas cenderung terkoreksi
tipis saja. Faktor yang membuat harga emas susah bangkit masih sama,
dolar yang mulai menunjukkan keperkasaannya lagi.
Rabu, harga emas dunia di pasar spot terkoreksi. Pada
08.20 WIB, harga emas terpangkas 0,31% ke US$ 1.924,9/troy ons. Sejak
Senin pekan ini, harga emas mulai tak sevolatil sebelumnya.
Semalam harga emas sempat naik dan ditutup di US$ 1.930/troy ons ketika
pasar saham AS dan harga minyak ambruk. Dini hari tadi Wall Street
terbenam di zona merah. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA)
ditutup anjlok 2,25%. Sedangkan S&P 500 dan Nasdaq Composite ambrol
masing-masing 2,78% dan 4,11%.
Di saat yang sama harga minyak Brent anjlok 5,3% dan WTI ambrol 7,6%
dalam sehari ke bawah US$ 40/barel akibat diskon harga minyak Aramco
serta prospek permintaan yang memudar pasca lewat musim puncak mengemudi
di AS yang ditandai dengan hari buruh kemarin.
Sebagai aset safe haven dan hedging, kinerja buruk
instrumen investasi atau kelas aset lain seharusnya memantik aksi beli
emas oleh para investor dan akan berujung pada kenaikan harga emas.
Namun kebangkitan dolar AS dari level terendahnya dua tahun menekan balik harga emas. Indeks dolar yang mengukur posisi greenback
terhadap enam mata uang lain masih terus menguat. Pagi ini indeks dolar
naik 0,11% ke 93,544 dan mencapai level tertinggi sejak Juli.
Emas merupakan komoditas yang dibanderol dalam dolar AS, sehingga
penguatan greenback akan membuat harga emas menjadi lebih mahal bagi
para pemegang mata uang lainnya. Hal ini berimbas pada penurunan minat
terhadap emas yang berujung pada tertekannya harga.
Penguatan dolar AS tak terlepas dari pasar yang mengantisipasi sikap bank sentral Eropa yang dinilai akan lebih dovish lagi.
ECB mungkin akan mulai khawatir dengan penguatan mata uang euro
akhir-akhir ini, dan bisa jadi akan mengubah proyeksi inflasi. Kami
berpandangan dolar AS bisa menguat sepanjang pekan ini karena potensi
kebijakan ECB yang lebih dovish," kata Kim Mundy, Currency Analyst di
Commonwealth Bank of Australia, seperti dikutip dari Reuters.
Jika penguatan dolar AS masih terus berlanjut, maka pergerakan harga
logam kuning juga kemungkinan besar masih akan tertekan mengingat reli
sembilan pekan beruntun harga emas sejak awal Juni hingga awal Agustus
dipicu oleh pelemahan dolar AS.
Meskipun volatil dan terkoreksi. Prospek emas ke depan dinilai masih
positif. Kebijakan bank sentral yang tetap ultra-longgar membuat
fundamental emas kokoh. Hanya saja penguatan emas yang terlalu cepat
sampai menyentuh level tertinggi dalam sejarah membuat harga logam
kuning itu sedang konsolidasi saat ini.
Semua bank sentral berada di perahu yang sama. Mereka harus terus
mencetak uang, terus melonggarkan kebijakan, untuk melawan kemerosotan
yang kita hadapi dan itu akan membuat emas tetap didukung, kata Edward
Meir, seorang analis di ED&F Man Capital Pasar.
Harga bullion telah melesat lebih dari 27% sepanjang tahun
ini, setelah bank sentral secara global membanjiri pasar dengan stimulus
luar biasa untuk mengimbangi kerusakan ekonomi yang ditimbulkan oleh
pandemi virus corona,
Kebijakan yang berpotensi membuat inflasi tinggi di masa depan itu
menguntungkan emas karena dianggap sebagai lindung nilai terhadap
inflasi dan penurunan nilai mata uang.
Emas telah terjebak dalam kisaran perdagangan yang sangat ketat.
Jika kita bisa menembus lebih dari US$ 1.960, itu mungkin akan memantik
harga emas untuk menjadi bullish - PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA
Sumber : cnbcindonesia.com