Pada perdagangan terakhir pekan ini, harga emas dunia di pasar spot ditutup melemah 0,73% ke US$ 1.743,1/troy ons. Jika harga emas tak turun maka niscaya dalam sepekan emas telah naik lebih dari 1%.
Penguatan harga emas didukung oleh penurunan yield dan indeks dolar. Keduanya adalah musuh utama emas saat ini. Saat yield surat utang pemerintah AS menguat dan juga diikuti oleh kenaikan indeks dolar harga emas tertekan.
Kenaikan yield mencerminkan kenaikan opportunity cost memegang emas sebagai aset yang tak memberikan imbal hasil apapun. Hal inilah yang menyebabkan mengapa emas cenderung ditinggalkan oleh investor.
Selain itu prospek perekonomian yang lebih cerah juga turut menahan harga emas dari apresiasi lanjutan. Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi naik pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini menjadi 6%.
Emas sebagai aset safe haven biasanya diburu ketika selera terhadap risiko pelaku pasar memburuk. Namun saat ekonomi bangkit risk appetite pulih emas cenderung dilepas oleh pemegangnya.
Bank investasi Wall Street JPMorgan mencatat adanya outflow dari emas senilai US$ 20 miliar dan inflow ke Bitcoin mencapai US$ 7 miliar. Ini menunjukkan bahwa mulai banyak investor yang agresif memburu risiko guna memperoleh cuan lebih tebal walaupun seringkali malah cenderung spekulatif.
The Fed dalam risalah rapatnya masih akan tetap membeli obligasi pemerintah guna membantu menggeliatkan kembali perekonomian yang masih lesu. Suku bunga akan dibiarkan rendah untuk waktu yang cukup lama.
Inflasi akan meningkat memang. Namun The Fed mengatakan hal tersebut hanya akan bersifat temporer.
dan mengupayakan penciptaan lapangan kerja maksimal untuk perekonomian.
Dengan kebijakan The Fed tersebut sebenarnya ada peluang membuat dolar AS melemah. Saat dolar AS mengalami pelemahan terhadap mata uang lain, greenback juga cenderung melemah terhadap bullion. Namun dalam kondisi saat ini emas sebenarnya kekurangan katalis yang kuat untuk membantunya melesat - PT RIFAN
Sumber : cnbcindonesia.com