PT RIFAN FINANCINDO BANDUNG - Kemungkinan paket stimulus Covid-19 lanjutan AS yang
lebih rendah membuat harga emas tertekan seiring dengan penguatan dolar
AS. Pelemahan harga emas pun masih berlanjut hingga pagi ini, Selasa.
Pada 07.40 WIB, harga emas spot turun 0,17% ke US$ 1.919/troy ons. Di
saat yang sama, posisi dolar AS yang tercermin dari indeks dolar
mengalami apresiasi sebesar 0,08%.
Dolar AS dan emas bergerak berlawanan arah. Penguatan dolar AS
cenderung akan menjadi sentimen negatif bagi logam kuning tersebut
karena emas dibanderol dalam dolar AS yang menyebabkan harganya menjadi
lebih mahal bagi pemegang mata uang lain dan akan menurunkan minat beli
terhadap logam mulia tersebut.
Soal stimulus Covid-19 lanjutan AS masih juga belum menemukan titik
terang. Antara Trump, Republik dan Demokrat ada perbedaan pendapat soal
besaran stimulus yang akan diberikan.
Partai Republik mengusulkan paket stimulus lanjutan ini nilainya tak
lebih dari US$ 1,5 triliun. Sementara Partai Demokrat mengusulkan
sebesar US$ 2,2 triliun. Trump yang sebelumnya mematok US$ 1,6 triliun
pun sudah menaikkan tawarannya menjadi US$ 1,8 triliun. Namun masih saja
belum deal.
Jika paket stimulus yang disetujui ternyata lebih rendah dari
ekspektasi pasar harga emas berpotensi akan goyang. Mengapa demikian?
Paket stimulus AS ini memiliki dua implikasi utama.
Pertama pengaruhnya melalui jalur ekspektasi inflasi. Stimulus
ekonomi yang masif oleh pemerintah maupun injeksi likuiditas oleh bank
sentral terutama the Fed membuat pasokan uang yang beredar membludak.
Tingginya pasokan uang ini membuat pelaku ekonomi memandang akan
adanya ancaman inflasi yang tinggi di masa depan. Investor pun berupaya
untuk mencari suaka dari fenomena hidden tax dan devaluasi mata uang
tersebut dengan mengalokasikan sebagian asetnya ke emas sebagai aset
untuk proteksi (hedging) terhadap inflasi.
Jalur lain yang dipengaruhi oleh stimulus adalah defisit anggaran AS.
Semakin besar stimulusnya semakin banyak pula utang AS, apalagi di
tengah era suku bunga murah seperti sekarang ini. Utang yang menggunung
adalah sumber dari instabilitas dan mencerminkan risiko di masa
mendatang.
Selain sebagai aset untuk proteksi, emas juga dikenal sebagai aset
minim risiko (safe haven). Permintaan aset-aset semacam ini menjadi
semakin tinggi di tengah risiko ketidakpastian yang juga meningkat.
Pelaku pasar juga terus mencermati perkembangan terbaru pemilu AS
yang sudah semakin dekat. Jika mengacu pada poling yang ada,
elektabilitas Joe Biden masih lebih unggul dari petahana yaitu Trump.
Kemenangan Biden dinilai akan menjadi katalis positif untuk harga
emas naik lebih tinggi. "Emas akan lebih tinggi jika Biden menang karena
dia akan menghabiskan banyak uang," kata Bob Haberkorn, ahli strategi
pasar senior di RJO Futures, melansir Reuters.
Dalam riset terbarunya Standard Chartered menyebutkan bahwa jika Joe
Biden dari Demokrat yang menang bakal mendorong harga emas lebih
tinggi. Alasan mengapa kemungkinan harga emas bakal terdongkrak naik
lebih tinggi adalah korelasi antara dolar AS dan emas yang negatif dan
sangat kuat.
"Kemenangan Biden dan Demokrat mendapatkan kendali penuh atas Kongres
menggambarkan skenario terlemah untuk dolar AS, imbal hasil obligasi
pemerintah, dan aset berisiko AS sehubungan dengan stimulus fiskal yang
dimaksudkan dan kenaikan pajak; dan mengingat emas saat ini memiliki
korelasi terkuat (di atas - 50%) dengan dolar AS, respons dolar AS
adalah kuncinya. " kata Suki Cooper selaku analis dari Standard
Chartered.
Jika berkaca pada sejarah, menurut Cooper ketika Republik yang menang
harga emas cenderung mengalami pelemahan. ""Dalam enam pemilu terakhir
... respons harga emas menjelang pemilu beragam, tetapi secara historis
harga secara luas turun tipis setelah kemenangan Partai Republik," kata
Cooper kepada Kitco News.
Standard Chartered memperkirakan harga emas bakal balik ke US$
2.000/troy ons di akhir tahun dan naik ke US$ 2.100/troy ons pada
kuartal pertama tahun depan - PT RIFAN FINANCINDO
Sumber : cnbcindonesia.com